skip to main |
skip to sidebar
22.52
Kelapa Muda
Tersebutlah seorang pemuda yatim piatu yang miskin. Ia
tinggal seorang diri di bagian Utara Pulau Sumatra yang sangat kering.
Ia hidup dengan bertani dan memancing ikan.
Suatu hari, ia memancing dan mendapatkan ikan tangkapan yang aneh.
Ikan itu besar dan sangat indah. Warnanya keemasan. Ia lalu melepas
pancingnya dan memegangi ikan itu. Tetapi saat tersentuh tangannya, ikan
itu berubah menjadi seorang putri yang cantik! Ternyata ia adalah ikan
yang sedang dikutuk para dewa karena telah melanggar suatu larangan.
Telah disuratkan, jika ia tersentuh tangan, ia akan berubah bentuk
menjadi seperti makhluk apa yang menyentuhnya. Karena ia disentuh
manusia, maka ia juga berubah menjadi manusia.
Pemuda itu lalu meminang putri ikan itu. Putri ikan itu menganggukan kepalanya tanda bersedia.
“Namun aku punya satu permintaan, kakanda.” katanya.
“Aku bersedia menjadi istri kakanda, asalkan kakanda mau menjaga rahasiaku bahwa aku berasal dari seekor ikan.”
“Baiklah, Adinda. Aku akan menjaga rahasia itu.” kata pemuda itu.
Akhirnya mereka menikah dan dikaruniai seorang bayi laki-laki yang
lucu. Namun ketika beranjak besar, si Anak ini selalu merasa lapar.
Walapun sudah banyak makan-makanan yang masuk kemulutnya, ia tak pernah
merasa kenyang.
Suatu hari, karena begitu laparnya, ia makan semua makanan yang ada
di meja, termasuk jatah makan kedua orang tuanya. Sepulang dari ladang,
bapaknya yang lapar mendapati meja yang kosong tak ada makanan, marahlah
hatinya. Karena lapar dan tak bisa menguasai diri, keluarlah
kata-katanya yang kasar.
“Dasar anak keturunan ikan!”
Ia tak menyadari, dengan ucapannya itu, berarti ia sudah membuka rahasia istrinya.
Seketika itu juga sang anak sambil menangis pergi menemui ibunya dan menanyakan apakah benar dirinya adalah anak keturunan ikan.
Mendengar hal tersebut, sang ibu pun terkejut karena suaminya telah melanggar sumpah mereka terdahulu.
Setelah itu si ibu memutuskan untuk kembali ke alamnya. Lalu tiba tiba
langit berubah gelap dan petir menyambar kemudian turunlah hujan dengan
derasnya.
Sang ayah menjadi sedih dan sangat menyesal atas perbuatannya. Namun
nasi sudah menjadi bubur. Ia tak pernah bisa bertemu kembali dengan
istri dan maupun anaknya yang disayanginya itu.
Di tanah bekas pijakan istri dan anaknya itu, tiba-tiba ada mata air
menyembur. Airnya makin lama makin besar. Lama-lama menjadi danau. Danau
inilah yang kemudian kita kenal sampai sekarang sebagai Danau Toba.
Posted in:
0 comments:
Posting Komentar